Acehasia.com – Perwakilan Aceh Bergerak, Muhammad Arief Mubarak dan Muhammad Ilham Setia Budi mengikuti Festival film negara-negara serumpun Melayu bertajuk “Kenduri Serumpun Melayu Film Festival”. Festival ini berlangsung selama empat hari, 11-14 Oktober 2023 di Teater Arena, Taman Budaya Jambi.
Festival film ini perdana hadir dengan mengusung tema ‘akar’ sebagai tema festival dengan semangat juang untuk kembali menelusuri identitas bangsa sebagai bagian dari Serumpun Melayu. Acara festival ini menjadi sebuah wadah bagi pemikiran kritis tentang peran film dalam memajukan kebudayaan.
Muhammad Arief Mubarak mengucapkan apresiasi kepada penyelenggara atas kolaborasi film Se-Sumatra.
“Ini adalah sebuah pencapaian luar biasa, dan saya sangat bersyukur kepada semua yang terlibat dalam inisiasi dan kolaborasi yang memungkinkan acara ini terjadi untuk pertama kalinya,” ujarnya.
Arif menambahkan, dengan adanya konsep desentralisasi dalam penyelenggaraan acara akan membuka pintu bagi kabupaten/kota untuk berpartisipasi aktif dalam industri film nasional di masa mendatang.
“Adanya konsep pemerataan akan membantu daerah-daerah yang selama ini kurang mendapat perhatian untuk tampil dalam peta perfilman nasional. Tidak hanya daerah-daerah ataupun kota yang menjadi industri film saja yang bisa menyelenggarakannya,” jelas Arief.
Ia berharap, daerah-daerah kecil lainnya juga ikut diberikan perhatian lebih sehingga nantinya bisa ikut serta dalam memperkenalkan daerah yang luput dari perhatian para sineas yang ada di Indonesia.
Kenduri Serumpun Melayu Film Festival dimaksudkan untuk menjadi sarana diplomasi budaya yang menghubungkan negara-negara Melayu di Asia Tenggara. Melalui festival ini, film-film yang merayakan kekuatan karakter Melayu akan mengukir jejak sejajar dengan sinema dunia.
Pada kesempatan yang sama, Event Manager KSMFF Eileena Julinda Lyana menjelaskan festival ini didukung kerja sama produktif antara komunitas film yang berbasis di sepanjang jalur Lingkar Sumatra, mencakup Aceh hingga Lampung.
“Festival film ini diinisiasi oleh gabungan Lingkar Film Sumatra. Jadi ini seperti kumpulan orang-orang yang berasal dari komunitas film mulai dari Aceh sampai Lampung. Ada Aceh Menonton, Sinelayu, Layar Taman, Fattah Creative, Klub Nonton, dan IFCN, serta berkolaborasi dengan Community Forum Jogja-NETPAC Asian Film Festival,”.
Forum Film Jambi yang diketui oleh Anton Oktavianto, sebagai bagian integral dari Lingkar Film Sumatra, memainkan peran kunci sebagai tuan rumah utama dalam festival ini.
Anton menjelaskan bahwa pemilihan Jambi sebagai tempat pembukaan festival adalah keputusan yang didasari oleh kekayaan sejarah kota ini, yang terbukti oleh keberadaan komplek percandian Muaro Jambi. Hal ini sekaligus menjadi alasan mengapa Jambi dianggap sebagai lokasi yang ideal untuk memulai festival ini.
Eileena menambahkan, “festival ini bertujuan untuk memberikan wajah baru dalam festival film di tingkat Asia, yang melibatkan negara-negara Serumpun Melayu seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Brunei Darussalam,”ucapnya. (Ra)
Perwakilan Aceh Bergerak, Muhammad Arief Mubarak mengucapkan apresiasi yang mendalam kepada penyelenggara atas kolaborasi film Se-Sumatra.
“Ini adalah sebuah pencapaian luar biasa, dan saya sangat bersyukur kepada semua yang terlibat dalam inisiasi dan kolaborasi yang memungkinkan acara ini terjadi untuk pertama kalinya,” Ujarnya.
Arif berharap, dengan adanya konsep desentralisasi dalam penyelenggaraan acara akan membuka pintu bagi Kabupaten/Kota untuk berpartisipasi aktif dalam industri film nasional di masa mendatang.
“Adanya konsep pemerataan akan membantu daerah-daerah yang selama ini kurang mendapat perhatian untuk tampil dalam peta perfilman nasional. Tidak hanya daerah-daerah ataupun kota yang menjadi industri film saja yang bisa menyelenggarakannya. Namun daerah-daerah kecil lainnya juga ikut diberikan perhatian lebih sehingga nantinya bisa ikut serta dalam memperkenalkan daerah-daerah yang luput dari perhatian sineas-sineas yang ada di Indonesia,” Tutupnya.
Kehadiran festival ini diharapkan akan menjadi tonggak penting dalam sejarah festival film di Indonesia untuk membantu menggali, memahami, dan merayakan identitas Melayu yang menjadi landasan untuk perkembangan sinema di masa depan.