Acehasia.com | Yogyakarta – Gelombang kecaman kembali muncul terkait keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mengalihkan empat pulau milik Aceh—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil—ke wilayah administrasi Sumatera Utara. Salah satu suara paling vokal datang dari Taman Pelajar Aceh (TPA) Yogyakarta, yang menyebut langkah ini sebagai bentuk penghinaan terhadap marwah dan identitas masyarakat Aceh.
Ketua Umum TPA Yogyakarta, Muhammad Mufariq Muchlis, menegaskan bahwa keputusan tersebut bukan hanya melukai rasa keadilan, tetapi juga mengabaikan dasar historis dan hukum yang jelas. “Ini bukan sekadar sengketa wilayah. Ini adalah soal harga diri Aceh. Kami mengecam keras keputusan Kemendagri yang cacat formil dan tidak menghormati sejarah Aceh,” ujar Mufariq Sabtu, ([14/6/2025).
Keempat pulau yang terletak di perairan barat Pulau Sumatera ini sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang menegaskan bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari Provinsi Aceh. Namun, keputusan administratif terbaru dari Kemendagri menetapkan bahwa pulau-pulau tersebut kini masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Mufariq menambahkan bahwa keputusan ini sangat menyakitkan bagi masyarakat Aceh, yang selama ini menjaga hubungan historis dengan pulau-pulau tersebut. “Bagaimana mungkin wilayah yang sudah diakui sejak lama sebagai bagian dari Aceh tiba-tiba dipindahkan tanpa konsultasi yang memadai? Ini mencerminkan buruknya tata kelola pemerintahan dalam mengelola batas wilayah,” tambahnya.
Salah satu isu yang mencuat dalam sengketa ini adalah dugaan adanya potensi sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi, di sekitar keempat pulau tersebut. Blok Offshore West Aceh (OSWA), yang memiliki luas 8.200 kilometer persegi, diduga menjadi salah satu alasan di balik keputusan tersebut.
“Apakah ini hanya soal batas wilayah, atau ada kepentingan lain? Kami meminta pemerintah pusat untuk transparan dalam menjelaskan alasan di balik keputusan ini,” tegas Mufariq.
Taman Pelajar Aceh Yogyakarta menyerukan langkah tegas untuk memperjuangkan hak Aceh atas keempat pulau tersebut. Beberapa rekomendasi yang disampaikan adalah:
- Meminta Gubernur Aceh segera mengambil langkah hukum untuk menggugat keputusan Kemendagri.
- Mendesak Kemendagri melakukan dialog terbuka dan inklusif dengan melibatkan tokoh masyarakat Aceh, ulama, akademisi, dan perwakilan adat.
- Kami sebagai Pemuda Aceh meminta proses penyelesaian sengketa ini harus mempertimbangkan identitas dan nilai-nilai lokal masyarakat Aceh.
Mufariq juga menekankan bahwa masyarakat Aceh tidak akan tinggal diam. “Jika suara kami diabaikan, kami tidak segan untuk menggerakkan aksi solidaritas yang lebih luas. Jangan pernah meremehkan semangat masyarakat Aceh,” pungkasnya.
Sengketa ini bukan hanya soal batas wilayah administratif, tetapi juga menyentuh aspek identitas, sejarah, dan kedaulatan masyarakat Aceh. Oleh karena itu, pendekatan yang diambil harus komprehensif dan melibatkan berbagai pihak, termasuk ulama, akademisi, dan tokoh adat.
Taman Pelajar Aceh Yogyakarta menegaskan komitmen untuk terus mengawal isu ini hingga ada penyelesaian yang adil dan bermartabat.[]