Acehasia.com | Banda Aceh — Pergantian signifikan di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan segera terjadi. Satu dari Tiga orang wakil menteri (Wamen) BUMN dikabarkan akan digantikan oleh
Syardani Muhammad Syarif yang dikenal dengan Teungku Jamaica, salah satu mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini aktif sebagai
Komisaris PT. PEMA Global Energi.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya pembaruan di internal Kementerian BUMN serta pembauran figur lokal berpengaruh ke dalam kepemimpinan nasional. Sardani yang memiliki rekam jejak panjang di masa konflik dan perdamaian Aceh, dinilai punya pemahaman mendalam tentang dinamika sosial, politik, dan ekonomi daerah, yang diharapkan dapat memberikan warna baru pada kebijakan BUMN, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya dan pemberdayaan masyarakat.
“Pergantian ini diharapkan membawa energi baru di tubuh BUMN dan menjadi simbol rekonsiliasi nyata antara pusat dan daerah, terutama Aceh,” ujar seorang sumber internal yang enggan disebutkan namanya.
Sardani alias Tengku Jamaika selama ini dikenal aktif mendorong penguatan ekonomi masyarakat bekas daerah konflik, serta mengawal isu-isu penegakan hak masyarakat lokal atas tanah dan sumber daya alam.
Masyarakat Aceh dan para pemangku kepentingan BUMN menunggu langkah resmi dari pemerintah terkait pengumuman pergantian ini. Harapannya, kehadiran Tengku Jamaika dapat membawa perubahan nyata bagi keterlibatan putra daerah dalam mengelola perusahaan negara.
Siapa Syardani M Syarif
Orang-orang di Aceh mengenalnya dengan banyak nama. Sebagian memanggilnya Syardani M. Syarif, tapi di masa perang, ia lebih akrab disapa Tengku Jamaika — satu nama yang pernah membuat gentar lawan di belantara Nusantara.
Ia lahir di Meurandeh Paya, 5 April 1977. Sejak kecil, menapaki jalan kampung menuju sekolah negeri, kemudian nyantri di Dayah Darul Muta’alimin. Cita-citanya sederhana: menjadi guru kimia. Tapi gelombang konflik Aceh menelan mimpinya di bangku kuliah FKIP Universitas Syiah Kuala. Ia pergi, memilih barisan GAM.
Tengku Jamaika bukan kombatan biasa. Ia tercatat sebagai Jurubicara Militer Gerakan Aceh Merdeka Wilayah Samudra Pase (2001–2005). Setelah damai, ia tak memilih diam. Ia duduk di Majelis Pusat Sosialisasi MoU Helsinki, membantu menjahit luka perang dengan kata-kata dan negosiasi.
Di masa transisi, ia dipercaya di berbagai peran penting:
Deputi Koordinator Pendidikan & Kebudayaan Majelis GAM
Wakil Koordinator Data, Monitoring, dan Evaluasi Badan Reintegrasi Aceh (BRA)
Koordinator Tim Verifikasi Proposal Ekonomi Korban Konflik di BRA
Asisten Manager Mediasi Kemitraan di BRR NAD-Nias
Asisten Manager Jaringan Komunitas & Pengaduan Masyarakat di BRR NAD-Nias (2006–2009)
Pendiri Yayasan Pendidikan Berbasis Masyarakat (YPBM) di Sampoyniet, Aceh Utara — membuka sekolah komputer gratis untuk anak kampung.
Di jalur pemerintahan, rekam jejaknya juga jelas:
Pernah menjadi Ajudan Wakil Gubernur Aceh (2012–2013)
Staf Lembaga Peningkatan Sumberdaya Manusia (LPSDM) Aceh (2011, 2014)
Tim Asistensi Wakil Gubernur Aceh (2015–2016)
Tenaga Teknis BRA (2017)
Jurubicara Partai Aceh (2018)
Wakil Ketua Umum Kadin Aceh (2018)
Tenaga Ahli Komisi II DPRA (2018)
Tim Kerja Pemerintah Aceh (2022–2023)
Di sela kesibukan birokrasi, Tengku Jamaika tetap bergulat dengan ide-ide sederhana: menciptakan Mesin Tanam Otomatis “Chitajok”, merintis budidaya tiram metode sederhana agar nelayan kecil bisa mandiri.
Kini, nama Tengku Jamaika santer disebut-sebut akan masuk ke pusat kekuasaan ekonomi negara: menggantikan Wamen BUMN.
Baginya, ini bukan soal kursi semata — tapi satu cara untuk membuktikan, mantan kombatan bisa bicara industri, teknologi, hingga bisnis negara.
“Doakan saja semoga dilancarkan, Amin ya Rabbal ‘alamin. Perkara rezeki itu kehendak Allah, ” ujar Tengku Jamaika saat dikonfirmasi lewat WhatsApp.
Jawabannya hanya waktu yang tahu. Tapi satu hal pasti: perjalanan hidupnya membuktikan, seorang anak kampung bisa menjelma jadi apa saja, selama ia tak pernah berhenti bergerak.