AcehAsia.com | Banda Aceh – Sejumlah LSM kembali menyoroti reintegrasi Aceh melalui sebuah diskusi yang berlangsung di morden coffe. Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber yang berasal dari LSM Solidaritas Persaudaraan Keluarga Korban Pelanggaran Hak Azasi Manusia (SPKP HAM), Flower Aceh dan Koalisi Non-Governmental Organization(NGO) HAM Aceh (26/02/2025)
Pada diskusi ini, Putri, staff Flower Aceh menyoroti penyintas perempuan tidak hanya melewati konflik saja, namun disusul oleh bencana tsunami Aceh. Putri mengatakan kontribusi perempuan sangatlah nyata dalam perdamaian. Sejumlah tokoh-tokoh perempuan berjuang untuk pemenuhan hak-hak perempuan di Aceh.
“Kontribusi perempuan sangatlah nyata dalam perdamaian seperti kak Soraya Kamaruzaman, Kak Khairani arifin yang berjuang agat hak-hak perempuan terakomodir ketika konflik di Aceh. Sayangnya setelah perdamaian MOU Helsingki, peran perempuan begitu minim. Hal ini lah juga yang menghambat aktivitas perempuan di politik hingga proses pembangunan,” jelasnya.
Putri turut setuju bahwasanya pemerintah telah membangun infrastuktur yang mumpuni. Namun, ia juga melihat sudut kesejahtraan masih begitu miris terutama bagi kelompok perempuan penyintas konflik.
“Saat konflik tidak banyak orang yang dapat kesempatan untuk sekolah. fenomena ini menimbulkan efek keterbatasan akses kerja dan pendidikan bagi mereka. Mencari uang untuk pemasukan sangat sulit. Ditambah lagi bersaing di dunia digital,” ungkapnya
Flower Aceh pada tahun 2021-2022 melakukan penelitian terkait keterlibatan perempuan dalam perencanaan pembangunan dan pengambilan keputusan di Aceh. Putri mengatakan, ketika proses wawancara banyak perempuan yang masih belum terlibat dalam usaha pembangunan.
“Ketika wawancara dengan korban konflik, kebanyakan dari mereka tidak terlibat dalam prses perencanaan pemangunan dan kebijakan. Sehingga melahirkan program yang bias gender atau bias terhadap pemenuhan hak perempuan korban konflik,” katanya.
Korban konflik sendiri membutuhka pemulihan dari trauma atas kejadian masa konflik yang kemudian disusul dengan bencana. Flower mencoba memberikan akses pendidikan terkai hak-hak asasi perempuan, kesetaraan gender.
Sehingga perempuan memiliki pemahaman akan hak dan kebutuhan mereka.
Flower terus mendorong me perempuan korban konflik terlibat dari perencanaan pembangunan. Dimulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupatan Hingga Provinsi.
Dalam diskusi ini, Putri kembali melihat seberapa besar peran anak muda dalam menjamin keberlanjutan proses Reintegrasi Aceh.
“Isu perdamain harus diketahui anak muda. karena anak muda saat ini menjadi ujung tombak yang akan berkontribusi pada pemulihan, pemberdayaan perempuan korban konflik,” katanya.
Di saat yang bersamaan, Khairil, Direktu NGO HAM memberikan pandangan akan infrastuktur yang telah dibangun. Menurutnya, gedung yang menjulang tinggi tak cukup untuk membangun perdamaian.
“Kita lupa membangun pondasi generi kedepan. bagaimana membangun pengetahuan. damai kali ini sebenarnya merupakan peluang bagi kita untuk mengakses pendidikan yang lebih bahyak,” pungkasnya.(Oja)