AcehAsia.com | Banda Aceh – Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap 2 Mei, menjadi momentum penting untuk merefleksikan upaya bersama dalam memastikan hak anak atas pendidikan yang bermutu. Dalam peringatan tahun ini, Save the Children Indonesia menegaskan komitmennya dalam mengatasi kesenjangan pendidikan di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan melakukan intervensi seputar literasi, numerasi serta pengembangan karakter di 249 sekolah di berbagai daerah.
Inisiatif ini dirancang untuk memperkuat kualitas pembelajaran, mendukung para guru, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman dan ramah anak di daerah yang selama ini belum terjangkau secara optimal.
Rapor Pendidikan Indonesia tahun 2024, Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Lampung, dan Maluku Utara memperlihatkan tingkat kemampuan literasi dan numerasi siswa masih berada pada kategori sedang hingga kurang. Kategori “sedang” berarti hanya 40-70% murid mencapai kompetensi minimum literasi dan numerasi, dan kategori “kurang” berarti kurang dari 40% mencapai kompetensi minimum literasi dan numerasi.
“Data Rapor Pendidikan Indonesia 2024 menunjukkan kesenjangan kualitas pendidikan masih menjadi tantangan serius di wilayah 3T. Setiap anak, di manapun mereka tinggal, berhak mendapat pendidikan yang bermutu, oleh sebab itu Save the Children bersama mitra pendidikan menghadirkan program KREASI (Kolaborasi untuk Edukasi Anak Indonesia) di 249 sekolah guna menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, menyenangkan dan menghargai keberagaman. Pendidikan yang bermutu bukan sekadar soal kebijakan, tapi tentang memahami kebutuhan anak secara utuh,” tegas Dessy Kurwiany Ukar, CEO Save the Children Indonesia.
Sebagai respon nyata, Save the Children Indonesia melakukan studi analisa situasi terkait keterampilan dasar, meliputi numerasi, literasi, dan pembentukan karakter serta aspek Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI), perubahan iklim, dan perlindungan anak di sektor Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD). Kajian ini dilakukan di delapan kabupaten Halmahera Utara, Pulau Morotai, Kayong Utara, Ketapang, Nias Selatan, Nias Utara, Pesisir Barat dan Tanggamus.
Studi ini menunjukkan bahwa meskipun ada semangat peningkatan kualitas pembelajaran, banyak sekolah dan guru yang masih menghadapi kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kurikulum yang menekankan pembelajaran holistik dan kontekstual.
Kurangnya pelatihan, keterbatasan akses terhadap bahan pembelajaran, serta belum optimalnya pemanfaatan data dalam perencanaan pendidikan di sekolah menjadi persoalan yang dihadapi sehari-hari oleh guru. Selain itu, isu penting seperti pendidikan inklusif dan perubahan iklim belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam pembelajaran, padahal relevansinya semakin mendesak di tengah krisis iklim yang nyata.
Ketua TP PKK/Bunda PAUD & Literasi Kabupaten Pesisir Barat.Dian Hardiyanti Dedi berharap program ini bisa meningkatkan meningkatkan pembelajaran bagi anak anak.
“Semoga dengan Program KREASI ini dapat meningkatkan pembelajaran dan dapat mencapai keterampilan dasar. Dengan buku-buku yang menarik dan asistensi tim KREASI diharapkan mampu berdampak positif bagi kemampuan membaca anak-anak Pesisir Barat khususnya,” ujarnya.
Save the Children Indonesia melalui program KREASI melakukan kolaborasi multipihak dalam wadah Mitra Pendidikan Indonesia untuk bersama-sama mendukung peningkatan kualitas pendidikan terutama literasi, numerasi dan pendidikan karakter di SD/MI untuk murid kelas 1 – 3 serta TK/RA.
Untuk itu, Save the Children Indonesia menyerukan empat langkah strategis yang mendesak untuk dilakukan bersama:
Pertama, Penguatan Kemampuan Fondasi Siswa. Peningkatan kemampuan fondasi literasi dan numerasi murid kelas 1 hingga 3 SD akan mendorong peningkatan pendidikan dasar yang bermutu di daerah terpencil. Peningkatan kemampuan ini dapat didorong dengan penerapan kurikulum, terutama dengan mengintegrasikan dengan konteks lokal, sehingga dapat memperkaya penerapan kurikulum yang lebih adaptif dan kontekstual.
Kedua, Peningkatan Praktik Pengajaran yang Inklusif. Pelatihan yang berkelanjutan bagi guru perlu diperkuat, agar mereka dapat terus meningkatkan kemampuan mengajar mereka. Peningkatan kapasitas guru ini juga dapat dilakukan melalui Kelompok Kerja Guru (KKG). Hal ini diperlukan untuk meningkatkan praktik pengajaran yang inklusif untuk membantu proses belajar siswa dengan beragam kebutuhan. Selain itu, kolaborasi yang lebih erat antara guru, orang tua, dan masyarakat juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung anak-anak belajar dengan baik.
Ketiga, Perlindungan Anak yang Lebih Baik. Untuk memastikan anak-anak terlindungi, mekanisme perlindungan seperti TPPK (Tim Pengembangan Perlindungan Anak) perlu diperkuat, bersama dengan advokasi atau upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Program edukasi dan sosialisasi yang melibatkan masyarakat juga penting, untuk meningkatkan komunikasi antara sekolah, orang tua, dan anak-anak mengenai pentingnya perlindungan anak.
Keempat, Memperkuat Kolaborasi Multipihak. Untuk memastikan percepatan peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah dan semua elemen masyarakat perlu bekerja sama dan berkolaborasi mendukung pendidikan anak-anak.[]