Pada 24 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Tani Nasional dan merupakan hari lahirnya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), 58 tahun silam atau tepatnya pada 1960. Momentum ini juga merupakan peringatan bagi kita semua agar menyadari, betapa pentingnya peran petani. Hak-hak atas mereka yang belum terealisasi dengan baik, apalagi sejahtera, mengingat rintihan penderitaan terhadap petani selalu terdengar dari pelosok-pelosok desa.
Akhir-akhir ini petani semakin menjerit. Di mana harga komoditas hortikultura khususnya cabai rawit merah sedang melambung tinggi di pasaran. Bagaimana tidak usaha yang dirintis sejak dari persemaian hingga akhirnya dipanen petani hanya mendapatkan rupiah sedikit dari jerih payahnya. Jangankan bicara keuntungan, untuk sekadar mengembalikan modal pun dirasa sangat sulit.
Saat ini petani banyak mengeluhkan persoalan tentang harga penjualan hasil panen yang murah sementara harga pupuk yang semakin melambung tinggi. Jadi tidak dipungkiri kalau setiap tahunnya jumlah petani di Indonesia semakin berkurang karena tidak adanya peluang untuk menaikkan ekonomi petani yang menjanjikan. Belum lagi kasus-kasus perampasan agraria yang terjadi belakangan ini seperti yang terjadi di Desa Bate 8 kabupaten Aceh Utara persoalan agraria yang terjadi di sana yaitu lahan mereka yang sudah lama digunakan untuk bertahan hidup masyarakat desa malah dirampas secara paksa oleh PT Setia agung yang membuat warga desa semakin terpuruk dan petani disana kehilangan lahan mereka sekaligus mata pencarian mereka, dan kasus agraria yang terjadi di Wadas belakangan ini.
Di sini bisa kita simpulkan bahwa di negara yang disebut negara agraria ini hanya memperingati hari tani Nasional tetapi tidak ada solusi dari pemerintah untuk memperbaiki permasalahan petani yang terjadi baik itu pemerintah daerah apalagi pemerintah pusat, Petani menanam padi yang tumbuh pabrik, menanam tebu yang tumbuh gedung-gedung, tanam modal tumbuh korupsi menanam cinta yang tumbuh aborsi.
Coba sedikit berpikir kritis, saat ini harga bahan pokok semakin melambung tinggi termasuk bahan yang berasal dari petani karena apa? Karena harga-harga bahan untuk alat produksi juga dinaikkan oleh para elit Borjuasi. Ini bukan hanya karangan, kita semua bisa lihat sendiri kondisi saat ini yang di mana harga bahan bakar minyak (BBM) yang fungsinya sebagai bahan utama untuk alat produksi petani itu dinaikkan oleh pemerintah sehingga bahan pokok hasil panen pun harganya ikut melambung naik. Alhasil masyarakat kurang minat untuk membeli produk petani yang membuat kerugian besar, belum lagi dampak untuk para nelayan yang hasil ikan tangkapan tidak bisa sesukanya dinaik turun kan.
Terkadang kita bingung dengan para elit Borjuasi mereka hanya memperingati suatu hari bersejarah tetapi tidak ada solusi dari resolusi yang dibuat.
Setiap tahunnya lahan pertanian semakin sempit dengan penimbunan yang menjadi bangunan seperti bukit, alhasil hasil pertanian untuk padi semakin sedikit dan masyarakat dipaksa mengeluarkan uang lebih untuk membeli beras yang harganya selangit.
Setiap tahun akan banyak beredar spanduk atau brosur mengenai selamat hari tani namun petani tak pernah terbantu dengan itu bahkan petani juga tidak perlu ucapan selamat, yang petani butuh hari ini adalah kesejahteraan kaum tani untuk bisa melanjutkan hidup dari hasil panen.
Perihal harga juga memprihatinkan walaupun pemerintah selalu mengkampanyekan produk lokal harus diutamakan namun sayang kesejahteraan petani masih seperti film sinetron tv lokal alias ‘tidak jelas’.
Pesan dari kami perwakilan petani dan rakyat di seluruh Indonesia untuk para pemerintahan :
1. Selesaikan masalah agraria di Indonesia seperti di Bate 8 Aceh Utara, tambang di Wadas, dan lain lain.
2. Selesaikan permasalahan petani di Indonesia yang banyak kehilangan lahan mereka sekaligus mata pencaharian mereka.
3. Jangan menambah dampak buruk bagi petani dan masyarakat dengan menaikkan harga bahan pokok.
Sebagaimana kata-kata Najwa Shihab Menjadi pejabat berarti melayani rakyat, itulah pemerintahan yang akan mendapat hormat. Semoga pemerintah kita kelak bisa menjadi pemimpin yang dihormati dengan menghormati kepentingan-kepentingan masyarakat. Semoga !
Penulis : Bung Rasyid merupakan Komite Dewan Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh.