Banda Aceh – Pada tanggal 15 Januari diperingati sebagai tragedi Malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Di mana pada tahun 1974 lalu, terjadi kerusuhan di Jakarta yang bekaitan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka Kakuei. Gerakan Mahasiswa yang dipelopori Hariman Siregar dari Dewan Mahasiswa UI saat itu menolak kedatangan PM Jepang dengan alasan Indonesia jangan terlalu bergantung kepada modal asing.
Kini 49 tahun sudah berlalu, tragedi tersebut masih terus diingat oleh para mahasiswa yang kini sudah menjadi orang-orang hebat. Pada peringatan 49 tahun Malari tampak hadir Rizal Ramli, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Iwan Sumule, Ratna Sarumpaet, Bursah Zarnubi. Kemudian, hadir pula Politikus PDIP sekaligus Aktivis ‘98 Masinton Pasaribu, hingga Effendy Simbolon.
Hal tersebut disampaikan oleh Fakhruddin saat menghadiri peringatan 49 tahun Malari sekaligus HUT ke-23 Indemo (Indonesian Democracy Monitor) di Taman Ismail Marzuki (TIM).
“Acara ini lebih berdimensi nostaligia sambil mengingat kembali perjuangan demokrasi, perlawanan mahasiswa yang dimonitori oleh Bang Hariman Siregar. Sekaligus peringatan Indemo yang dibentuk sebagai forum diskusi yang aktif dalam menyuarakan keberpihakan pada demokrasi keadilan,” kata Fakhrudin saat dikonformasi, Selasa (17/1/2023).
Kata Fakhruddin, Hariman Siregar merupakan sosok panutan dalam dunia pergerakan. Dia mengayomi seluruh aktivis yang dari latar belakang ideologi apapun.
“Saya anggap belum sempurna menjadi aktivis kalau belum kenal dengan bang Hariman Siregar. Ia dikenal sebagai senior yang mengayomi aktivis dari kiri sampe kanan. Hubungan yang dibangun benar-benar berbasis pada hubungan kemanusiaan dan persaudaraan,” katanya.
Banyak tokoh yang berkesimpulan bahwa sesuatu yang dikagumi pada bang Hariman ini adalah soal konsistensinya dalam menyuarakan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan .
“Kemarin juga dia mengkritik tentang perilaku kekuasaan sekarang yang belum menyelenggarakan apa yang kita sebut dengan demokrasi substantif. Demokrasi bukan hanya formalitas, hanya sekedar terseleggararnya pemilu. Tapi aspek akuntabilitasnya tidak terselenggara dengan baik. Baik akuntabilitas dari aspek penyelenggaraan maupun akuntabilitas dari aspek pertanggung jawaban terhadap rakyat,” jelasnya Fakhruddin.
Menururtnya, demokrasi adalah bagaimana menghadirkan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran benar-benar sepenuhnya dapat dinikmati oleh rakyat karena semua bersepakat bahwa demokrasi adalah model bernegara yang dianggap cukup ideal.
Disamping itu, Fakhrudiin berharap, peristiwa Malari bisa menjadi ajang pembelajaran dalam membangun kesadaran anak muda untuk melakukan perubahan dan mengkritik kekuasaan secara proporsional dan argumentatif.
“ Saya lihat sebenarnya banyak kesalahan masa lalu yang kembali dilakukan oleh rezim sekarang. Mudah-mudahan ada kesadaran baru di kalangan kaum muda dengan menyerap substansi perjuangan kaum tua kemudian menjadi dasar untuk memperjuangkan kembali nila-nilai demokrasi dan keadilan,” harapnya. []