Banda Aceh – Pantai Ulee Lheu dikenal dengan keindahanya yang begitu memukai, ditambah pemandangan matahari tenggelam yang begitu indah. Di sepanjang jalan menuju pantai Ulee Lheu juga terdapat bebatuan yang menjadi pembatas antara laut dan jalan. Hal ini juga kerap dipenuhi pengunjung saat sore menjelang magrib. Namun, sayangnya keindahan pantai ini hanya akan berujung menjadi lautan sampah jika kebiasan meninggalkan sampah masih diamalkan oleh pengunjung Rabu (21/08/2024).
Hal ini juga dirasakan Bima, seorang backpacker asal Tanggerang yang saat itu berkunjung ke Aceh untuk menjalani misinya keliling Indonesia.
“Saat ini saya sedang menjalani program merdeka sampah, hal ini saya laksanakan karena mengetahui di sepanjang jalan ke Ulee Lheu ini banyak pengunjung. Saya menyoroti sampah yang mereka tinggalkan di sekitaran pantai dan bebatuan di sini,” tutur Bima.
Bima berkata, program merdeka sampah yang ia jalani sejak tanggal 1 hingga 17 Agustus 2024 merupakan langkah kecilnya untuk mengurangi sampah di pantai Ulee Lheu. Program merdeka sampah yang ia jalankan berbentuk mengumpulkan sampah-sampah yang ada di sekitar pantai Ulee Lheu selama 17 hari. Tak berhenti di sana, ia mengungkapkan akan fokus dalam meningkatkan kesadaran pengunjung untuk membawa pulang sampah saat berwisata.
“Indonesia ini punya pesona alam yang begitu indah, sayang sekali ketika sampah yang ditinggalkan manusia merusak keindahan itu. Kita semua mengetahui seindah apa pantai Ulee Lheu apalagi di sore hari, sayangnya sampah yang berada di sela-sela batu dan pantai tidak nyaman dipandang,” terangnya.
Dalam hal ini, Bima mengaku takjub dengan keindahan alam Aceh, mulai dari pemandangan pantai, bawah laut, hingga pengunungan. Ia berkata apa salahnya jika masyarakat Aceh untuk lebih menjaga alam dengan tidak meninggalakan sampah di sekitarnya. Apalagi, menjelang pelaksanaan pekan olahraga nasional (PON) dimana pantai Ulee Lheu menjadi salah satu vanue cabang olahraga (cabor) layar.
“Yang saya khawatirkan adalah sampah-sampah tidak lagi di sekitaran pantai, melainkan di tengah laut. Di pantai Ulee Lheu banyak bebatuan, kemungkinan sampah-sampah di sana terbawa ke laut saat air pasang,”kata Bima.
Lebih lanjut, Bima menjelaskan sampah tidak hanya berbicara tentang tempat-tempat wisata yang ramai pengunjung. Melainkan, kewajiban membuang sampah itu harus diimplementasikan dimana saja, baik itu di warung kopi, cafe atau tempat makan.
Di saat yang bersamaan, Miftah selaku anggota dari komunitas Word Clean Up (WCD) yang saat itu berkolaborasi dengan Bima dalam program merdeka sampah mengatakan bahwasanya gerakan ini tidak benar-benar memberikan dampak langsung kepada alam.
“Kegiatan mengutip sampah ini tidak memiliki dampak yang signifikasn. Tapi, dengan ini kita mencoba menyadarkan masyarakat untuk membuat sampah,” ujar Miftah.
Ia juga berharap suatu saat nanti kesadaran masyarakat Aceh akan sampang meningkat, sehingga kegiatan memilih sampah tidak perlu lagi dilakukan. Namun, saat ini kesadaran itu belum terbentuk, hal ini membuat hatinya tergerak untuk mengutip sampah.
“Kalau bukan kita siapa lagi, ketika masyarakat melihat kita mengutip sampah di sekitaran pantai ini mungkin akan menyadarkan mereka untuk tidak meninggalkan sampah di sini,” pungkasya.(Oja)