Aceh Besar – Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) melakukan Meuseuraya (gotong royong) terhadap Makam Situs Komplek Kesultanan Sejarah Aceh Masa Lampau di Gampong Reuleung, Samahani. Dalam hal itu Mapesa berupaya menjaga dan merawat kembali dengan aksi sosialnya dalam memeliharakan Budaya dan Sejarah Aceh untuk dilestarikan secara baik.
Komunitas Mapesa yang sudah berdiri sejak tahun 2011 lalu hingga sekarang telah banyak membantu, menjaga, dan melestarikan kembali situs pemakaman para Kesultanan, Pemerintahan, Pembesar-Pembesar Kerajaan dan Tokoh serta penduduk Istana pada masa kerajaan Aceh dulu yang tidak terurus dengan baik.
Menurut yang sudah diketahui oleh Tim Mapesa dan kerabat tim kajian yang hadir bahwasanya corak ukiran batu nisan makam situs sejarah Aceh itu bisa dikatakan para tokoh penting terdahulu yang memiliki hubungan erat dan juga para orang yang tergabung dalam sistem pemerintah kerjaan Aceh Darussalam tentunya. Ketua dan Tim Mapesa sendiri memperoleh informasi tentang adanya situs sejarah Aceh bisa dengan memantau sendiri ke lapangan atau laporan warga masyarakat yang bersangkutan serta postingan di media sosial Facebook dan Instagram yang beredar.
Ketua Mapesa Mizuar Mahdi mengatakan sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari tercantum bahwa sejarah Aceh patut diteliti dengan adanya nisan ukiran motif beragam yang tampak di Gampong Reuleung ini merupakan para Menteri, Anak Sultan, Pejabat Pemerintahan, dan Tokoh Penting Istana pada masa Kerajaan Aceh Darussalam dahulu, Aceh Besar, (26/2/2023), Minggu Sore.
“Tercatat Mapesa dan kerabat yang berpartisipasi sejauh ini setiap hari minggu sudah hampir kurang lebih 100 buah nisan makam kerajaan yang terhitung di dalam komplek, kebun dan lingkungan rumah warga Gampong Reuleung Geulumpang dan Gampong seberangnya telah kita tata dan bersihkan serta rawat kembali untuk dikenali oleh masyarakat, para wisatawan dan pemerintahan Aceh khususnya”, Jelasnya.
Mizuar menyebutkan sudah lima lokasi tempat berhasil ditata rapi dan dibersihkan yaitun pada Lampoeh Badan Bate, sisi timur meunasah, area persimpangan jalan Gampong arah timur, dalam lingkungan rumah warga, dan di belakang rumah warga setempat. Kelimanya situs tersebut berada dalam keadaan tidak tertata dengan bagus, bahkan juga ada yang sudah jatuh dan tertimbun tanah serta dikelilingi rumput yang subur. Tempat itu kondisi yang masih terjangkau untuk diketahui. Akan tetapi juga tidak diketahui berapa nisan lagi yang telah tidak terdeteksi dengan terpandang jelas di dalam Gampong Reuleung Geulumpang ini.
“Kita tindaklanjuti dari kegelisahan dan ketidaktahuan masyarakat setempat bahwa nisan seni corak yang ada tulisan Arab itu merupakan orang istimewa pada masa Kerajaan Aceh dulu. Apalagi mereka memerintahkan sudah lama sekitar abad 17 dan 18 M. Dari pada situs sejarah Aceh hancur tidak terurus hingga berkepanjangan, maka Mapesa hadir untuk membantu menata kembali Indatu kita masa dulu yang sudah memimpin dan membawa Aceh ke daratan kejayaan,” tegas ketua Mapesa.
Dalam kesempatan itu Mizuar juga menyampaikan sebetulnya ini tugas pemerintahan harus gerak cepat dan peka akan situs sejarah kerajaan Aceh maupun para pejabat pemerintahannya. Ketika situs ini lama-kelamaan tidak terurus maka berpotensi akan di hancurkan, tidak terawat, dan dijadikan alat asah pisau oleh masyarakat akan ketidaktahuan mereka bahwa yang memiliki nisan seni tulisan Arab itu Indatu hebat kita terdahulu masa kerajaan.
“Pemerintah yang terkait jika kurang serius memperhatikan situs sejarah Aceh, setidaknya kasih sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat Gampong yang di lingkungan mereka ada makam-makam dengan nisan ukiran tulisan Arab tersebut memang tokoh penting pada masa Kerajaan Aceh. Dengan begitu masyarakat juga tidak lagi beranggapan bahwa makam itu milik Hindia-Belanda,” pungkasnya.
Mizuar berharap untuk masyarakat dengan hadirnya Mapesa dalam upaya menata dan rawat kembali situs sejarah Aceh ini agar bisa dilestarikan dan dijaga secara permanen ke depannya serta untuk jajaran Pemerintah Aceh agar serius berpatisipasi dengan masyarakat dan Mapesa khususnya kedalam proses penataan situs dan keinginan di kemudian hari supaya tempat seperti ini terakui ke posisi cagar budaya Aceh.
Safriadi warga Reuleung Geulumpang ikut mengatakan bahwa ia tidak mengetahui tentang nisan yang sudah jauh hari berada di dataran perkampungannya.
“Kami tidak mengetahui bahwa nisan seperti itu merupakan orang penting bertugas pada masa kerajaan Aceh Darussalam dahulu. Jika jauh hari masyarakat Gampong tahu, maka situs sejarah ini otomatis akan terawat bersih,”ungkapnya.
“saya rasa yang sudah terlihat dengan pandangan kita saja jelas begitu banyak di Reuleung Geulumpang seperti Tim Mapesa katakan setelah ditinjau serta dikaji. Ada masih banyak juga yang tidak bisa kita cari lagi situsnya lantaran masyarakat sudah membangun gudang, rumah dan persawahan di atasnya. Sebab itu semua bukan hal sengaja, melainkan karena kami tidak mengetahuinya,”harapnya.(Zan)