AcehAsia.com | Banda Aceh – Koalisi Masyarakat Sipil tanggapi buruknya penangangan pemerintah terhadap pengungsi Rohingya. Sebanyak 32 laki-laki, 51 perempuan, dan 10 anak-anak ini, ditemukan dalam bus tanpa nomor polisi saat razia Operasi Keselamatan Seulawah 2025 yang digelar Polres Langsa, pada pukul 10.00 WIB.
Berdasarkan penyelidikan dari berbagai sumber, pengungsi yang ditangkap pada Senin, 17 Februari 2025, direncanakan akan dijemput dari Kabupaten Bireun menuju Pekan Baru. Namun berhasil terjaring razia di Langsa. Para pengungsi kemudian ditahan di terminal tanpa melalui proses pendataan pihak berwenang.
Setelah ditahan selama 10 jam, pengungsi kemudian dialihkan ke lokasi awal menggunakan bus. Keputusan tersebut didasarkan pada keputusan pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah dan lembaga.
Sampai berita ini diturunkan, bantuan kemanusiaan masih belum datang dari lembaga-lembaga kemanusiaan karena keterbatasan akses.
Para pengungsi yang terdiri dari 32 laki-laki, 51 perempuan, dan 10 anak-anak ini, ditemukan dalam bus tanpa nomor polisi saat razia Operasi Keselamatan Seulawah 2025 yang digelar Polres Langsa, pada pukul 10.00 WIB.
Hasil penelusuran Koalisi Masyarakat Sipil dari berbagai sumber menyebut bahwa pengungsi dijemput dari kawasan Kabupaten Bireuen dengan tujuan perjalanan menuju Pekanbaru.
Saat terjaring razia di Langsa, bus dan pengungsi lalu ditahan di terminal tersebut selama 10 jam, tanpa melalui proses pendataan pengungsi oleh pihak berwenang (Imigrasi dan Kepolisian).
Sekitar pukul 20.00 WIB, pengungsi kembali dinaikkan ke dalam bus, kemudian dikembalikan ke lokasi awal penjemputan, sesuai hasil rapat pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah dan lembaga.
Ironisnya, hingga siaran pers ini diturunkan, berbagai lembaga kemanusiaan tidak mendapatkan akses untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi.
Azharul Husna selaku Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil yang juga Koordinator Kontras Aceh menyoroti tindakan mengembalikan pengungsi ke lokasi awal penemuan dapat membahayakan. Pengungsi bisa terancam dan menjadi korban kejahatan.
“Tindakan pengembalian pengungsi ke lokasi penjemputan merupakan tindakan keliru dan dapat membahayakan keselamatan pengungsi. Dengan aturan yang sudah ada, tidak sepantasnya Pemerintah Kota Langsa mengambil keputusan seperti yang terjadi hari ini,” jelas Azharul Husna pada Selasa (18/02/2025) di Banda Aceh.
Kondisi tersebut berlawanan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri.
Dalam Pasal 18, 19, dan 20 ditegaskan, polisi wajib mengamankan pengungsi untuk diserahkan ke pihak Imigrasi guna proses pendataan, untuk memastikan status 93 orang ini merupakan pengungsi atau imigran.[]