KJRI Cape Town saat ini tengah mengoordinasikan persiapan penyelenggaraan Pasar Rakyat dan Festival Film Indonesia di Cape Town masing-masing pada tanggal 9 November dan 10-11 November 2024.
Hal ini menjadi misi penting Konjen RI ke tanah air dalam rangka diplomasi ekonomi dan budaya.
Festival Film Indonesia akan menjadi jembatan penghubung kebudayaan dan kerjasama seni budaya khususnya perfilman antara masyarakat Indonesia dengan diaspora Indonesia yakni Cape Malay. Jumlah mereka saat ini lebih dari 330.000 orang.
Cape Malay merupakan keturunan para ulama pejuang Indonesia yang diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda karena perjuangannya menentang penjajahan. Diantaranya adalah Syekh Yusuf Al Macassari yang diasingkan dan tiba di Cape of Good Hope pada Juni 1693 dan Tuan Guru dari Tidore yang diasingkan pada 1780.
Syekh Yusuf dikenal sebagai penyebar Islam pertama di Afsel dan tokoh yang menginspirasi perlawanan bangsa Afsel terhadap penjajahan. Beliau dinobatkan sebagai pahlawan nasional Afsel oleh pemerintah Afsel dan pahlawan nasional Indonesia oleh pemerintah Indonesia.
Sementara itu Tuan Guru dikenal sebagai pendiri Masjid Auwal yang merupakan masjid pertama di Afsel. Selain itu Tuan Guru dikenal sebagai penulis Mushaf Al Quran yang ditulis berdasarkan ingatannya saat menjalani pembuangan di pulau Roben, pulau tempat penjara pemimpin Nelson Mandela menjalani hukuman selama 27 tahun. Mushaf tersebut setelah dicek oleh para ahli hampir sempurna.
KJRI Cape Town melihat bahwa masyarakat Afsel khususnya Cape Malay demikian hangat sikapnya terhadap Indonesia. Mereka banyak yang merindukan nusantara sebagai tanah tempat asal leluhur mereka. Bahkan generasi kelima keturunan Tuan Guru yaitu Syekh Muttaqin Rakiep atas upaya luar biasa ayahnya sebelumnya telah berhasil menemukan saudara-saudaranya di Tidore dan saat ini hubungan sebagai saudara telah kembali tersambung erat.
Tuan Guru sendiri merupakan Sultan Tidore dan keturunan dari Salah satu Wali Songo yaitu Syarif Hidayatullah. Puteri Syekh Muttaqin Rakiep saat ini berada di Jakarta dan sedang studi di Universitas Syarif Hidayatullah.
Oleh karena itu, bagi orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Cape Town mereka akan dapat merasakan kehangatan cinta saudaranya yakni Cape Malay.
Mungkin itu sebabnya film komersial yang akan digarap ini berjudul “Aku Temukan Kembali Cintaku di Afsel”.
Namun ternyata, film tersebut sesungguhnya merupakan drama romantis yang diwarnai oleh tragedi kemanusiaan yakni tsunami Aceh yang menyentuh jiwa setiap insan.
Ia menceritakan romantisme sepasang muda-mudi Aceh mahasiswa Universitas Syiah Kuala bernama Faiez dan Maya.
Walaupun drama, namun cerita dalam film ini lebih dari 80% merupakan kisah nyata.
Romantisme yang indah Faiez dan Maya selama masa-masa di kuliah. Mereka sering berboncengan dengan motor butut CB Faiez keliling kota Banda Aceh dan berfoto-foto di Kapal Besar PLTD Apung yang menjadi salah satu icon Aceh. Jalinan asmara mereka ternyata menghadapi sikap mamanya Maya yang tidak setuju hanya karena Faiez orang miskin yang dipandang tidak memberikan jaminan masa depan yang baik kepada sang Puteri. Selain itu menghadapi sikap Egy, yang cemburu karena juga mencintai Maya namun bertepuk sebelah tangan.
Faiez dan Maya harus menghadapi keroyokan orang-orang suruhan Egy dan keduanya diculik dibawa ke tempat yang terpisah.
Di masa-masa yang kritis tersebut, tiba-tiba gempa melanda Aceh. Bumi yang diinjak serasa dikebut-kebutkan dan orang kelimpungan. Selanjutnya tsunami menerjang Aceh dan meluluhlantakan Aceh. Korban terus berjatuhan bahkan mencapai lebih dari 204.000 orang meninggal dunia. Aceh berduka. Indonesia berduka. Dunia berduka.
Faiez, selamat dari peristiwa itu. Dia akhirnya berhasil masuk Kemlu sebagai diplomat dan bertugas di KJRI Cape Town saat ini.
Faiez sejak saat itu terpisah dengan Maya. Bertahun-tahun Maya tidak ada kabar. Apakah Maya menjadi korban tewas dalam peristiwa tsunami ini? Ini yang akan disajikan dalam film nanti.
Naskah awal atau sinopsis film ini disusun oleh Konjen RI Cape Town dan tim. Saat ini tengah dibahas dengan produser Wendra Lingga Tan dari production house Summerland, sutradara Robby Ertanto.
Sebagai catatan, salah satu film besutan produser Wendra Lingga Tan dan sutradara Robby Ertanto berhasil menjadi Top 5 dalam kompetisi film internasional di Rotterdam. Film tersebut mengalahkan 4000 film dari berbagai negara.
Tudiono yakin pembuatan film tersebut berada di tangan yang tepat, dalam tangan dingin “dokter” ahlinya.
Tidak hanya itu, film ini juga akan turut ditangani oleh ahli dari Afsel Makkie Slemong. Sinopsis versi bahasa Inggris sepersetujuan dari produser dan sutradara telah disampaikan oleh Konjen RI ke Makkie Slemong pada 27 Juni 2024.
Makkie Slemong lahir di Mekah keturunan Sleman merupakan CEO Cape Town Film Studio (CTFS) sejak 2014-2024. Dia orang yang turut membesarkan CTFS.
CTFS merupakan studio film Top 10 Dunia. CTFS didirikan pada Mei 2010 sebagai kompleks studio film berteknologi tinggi yang dirancang khusus, dan merupakan yang pertama di Afrika. CTFS menjadi tempat pembuatan banyak iklan dan film yang tidak hanya dari Afrika Selatan, namun juga dari seluruh dunia.
CTFS telah memproduksi lebih dari 150 film. Di antaranya adalah film terkenal seperti Dredd, Chronicle, Labyrinth, Tomb Raider, Monster Hunter, Deep Blue Sea 2 & 3, Mad Max Fury: Road, termasuk 99 persen dari pembuatan film One Piece dilakukan di CTFS.
Dubes Saud P. Krisnawan dalam pertemuan secara virtual dengan produser Wendra Lingga Tan dan Konjen Tudiono pada 30 Juni sangat mendukung pembuatan film ini. Pembuatan film yang terkait dengan hubungan Indonesia-Afsel adalah salah satu mimpinya.
Anggota DPR RI Wulan Sutomo Jasmin dan Ichsan Soelistio turut aktif mendukung suksesnya pembuatan film ini.
Pembuatan film ini merupakan langkah awal dalam mempererat hubungan Indonesia-Afsel yang saat ini merayakan 30 tahun hubungan diplomatik. Diharapkan nantinya film ini bisa diputar di bisokop-bioskop di Indonesia dan Afsel dan semoga bisa mendunia.[]