ACEH TIMUR – Musim hujan hampir tiba, kekhawatiran warga di aliran sungai Arakundo mulai terasa karena jembatan yang mereka bangun dengan hasil Swadaya mereka terancam kembali dibawa Arus sungai pada Jumat (7/6/2024).
Kekhawatiran itu bertambah dikala hujan lebat mulai turun, kata-kata hujan adalah rahmat Tuhan yang maha esa namun seakan tidak tertuju untuk petani dan warga di dua kecamatan di aliran Sungai Arakundo.
Pasalnya, saat hujan lebat turun dan banjir mulai datang jembatan yang sudah dibangun sejak Tahun 90an itu terus menerus hanyut dibawa arus banjir hingga membuat Warga Dusun Alue Meu ie, Desa Buket Bata, Kecamatan Pante Bidari terisolir hingga menunggu banjir surut dan tepaksa membangun kembali jembatan tersebut
Saat 2017 silam kegembiraan petani datang sesaat Pemerintah Mulai membangun jembatan penghubung Kecamatan Pante Bidari dan Kecamatan Julok.
Namun sayang jembatan yang menghabiskan anggaran hingga 2 Milyar Rupiah Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh hanya berdiri tiang penyangga Jembatan dan hingga kini jembatan tersebut bagai Rumah Tidak bertuan.
“Dulu sudah mulai dibangun jembatan pada 2017 namun cuma tiang penyangga jembatan yang selesai setelah itu ditinggalkan dan hingga 2024 tidak juga dibangun kembali, padahal kami dari petani sangat membutuhkan jembatan tersebut untuk membawa hasil pertanian, mulai dari Sawit, Jagung dan hasil pertanian lainnya.” Jelas Abdullah warga Dusun Alue Lipah, Desa Buket Bata, Kecamatan Pante Bidari
Ironisnya, meski berulang kali memakan korban jiwa akibat terjatuh ke alur sungai Arakundo saat membawa hasil pertanian, Pemerintah seakan tutup mata dan tidak merespon untuk membangun jembatan yang layak digunakan Masyarakat. (Basri).