Banda Aceh – Untuk dapat menjadikan Provinsi Aceh sebagai daerah layak anak harus didukung oleh 23 Kabupaten yang ada di Aceh. Pada tahun 2023, hanya 17 kab/kota mendapat predikat kota layak anak (KLA). Dari penilaian tersebut kita dapat melihat seberapa jauh suatu daerah atau wilayah memberikan pemenuhan dan perindungan bagi anak di wilayahnya. Hal ini dituturkan oleh Meutia Juliana, S.STP, M.Si selaku kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlidungan Anak (DP3A) Aceh saat diwawancarai Acehasia, Jumat (26/07/2024).
Kabupaten/ kota layak (KLA) anak ini telah melewati beberapa kluster penilaian. Seperti hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahtraan, pendidikan, dan perlindungan khusus.
“ Dari kelima kluster tersebut kita dapat melihat sejauh mana sebuah daerah dalam memenuhi hak-hak anak,”katanya.
Meutia mengatakan bahwasanya kabupaten kota layak anak merupakan salah satu upaya dalam perlindungan anak, dalam hak tersebut terdapat indeks pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak.
Salah satu pemenuhan hak anak yaitu penurunan angka stunting, pemerintah Aceh sudah sangat berusaha untuk menurunkan angka stunting tersebut.
“DP3A sendiri, merupakan koordinator bidang perubahan perilaku. Dimana kami bertugas untuk menyusun strategi komunikasi di bidang perubahan perilaku,” ujar Meutia.
Dalam hal penanganan stunting, pemerintah terus melakukan upaya pemantauan terhadap angka stunting di Aceh. Meutia mengatakan penurunan angka stunting tidak sesuai harapan dipengaruhi oleh pola perilaku yang tidak berubah.
“ Seperti perilaku orangtua, pola asuh dan bagaimana cara mereka memberikan makanan kepada anak, bahkan kalau di kota, banyak ibu yang tidak memberikan air susu ibu (ASI). Padahal ASI merupakan hak anak,” tuturnya.
Disisi lain, Andi Yogatama selaku kepala perwakilan United Nations International (UNICEF) Aceh pada pertemuan jejaring dan penguatan pusat studi gender dan anak (PSGA), pusat studi wanita (PSW) se -Aceh menyebutkan Aceh masih menduduki angka tertinggi stunting.
“Jika kita berbicara stunting, Aceh masih menempati nomor 5 tertinggi se-Indonesia, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor termasuk rendahnya angka imunisasi dan asupan makanan gizi seimbang. Jadi anak mudah terinfeksi penyakit menular dan rentan. Selain itu, sanitasi yang buruk juga menjadi faktor resiko yang menyebabkan angka stunting tinggi,” ujar Andi.
Tidak berhenti pada isu stunting, Andi juga menyebutkan angka pelecahan anak terus meningkat tiap tahunnya.
“ Angka pelecehan memang terus meningkat di tiap tahunnya, bahkan bukan hanya di Aceh, tetapi seluruh indonesia. Kita terus mensoslialisasikan, memastikan layanan dan perlindungan anak ada dan siap untuk memberi pendampingan kepada korban. dan memberi peringatan kepada semua pihak agar pelecehan tidak lagi terjadi di Aceh,” kata Andi.
Berdasarkan data dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (DP3A) Aceh menyebutkan, pada tahun 2023 terlapor 634 kasus kekerasan anak dan 454 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Aceh.
Kekerasan ini di pilah menjadi beberapa bentuk
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
2. Kekerasan Fisik
3. Kekerasan Psikis
4. Penelantaran
5. Pemerkosaan
6. Seksual
7. Pemerkosaan
8. Anak Dalam Hukum (ABH)
9. Hak Asuh Anak
10. Dan Lain-Lain
Dalam hal ini, meutia selaku kepala DP3A provinsi Aceh menegaskan bahwasanya tingginya angka ini merupakan salah satu bentuk kesadaran masyarakat dalam melawan kekerasan.
“ Dari data ini, kita dapat melihat tingginya kesadaran masyarakat yang telah teredukasi dengan baik, sehingga berani melapor. daerah-daerah dengan angka kekerasan yang rendah dalam satu sisi menghadirkan kecurigaan bagi kita. Apakah benar-baner tidak ada kekerasan atau masyarakat yang tidak melapor,” pungkasnya.(Oja)