Banda Aceh – Aceh telah kehilangan satu kawasan gambut di Rawa Tripa karena kebakaran. Bencana ini menyebabkan satwa-satwa lindung di sana mati terbakar. Akibat hal ini pula terjadi ekspansi kebun sawit besar-besaran. Pembahasan tersebut menggema dalam nonton bareng dan diskusi film 17 Surat Cinta yang dilaksanakan oleh Aceh Bergerak bersama HAkA, Minggu (17/11/2024).
“Kita tidak ingin ini terulang lagi terjadi dik awasan Rawa Singkil. Apalagi Rawa Singkil telah ditetapkan sebagai Zona Perlindungan Bahari Taman Nasional (Suaka Margasatwa),” tutur Nurul Ikhsan Legal & Advocacy Manager – Litigation HAKA, di Sekretariat Aceh Bergerak, Lambhuk.
Kata ikhsan, suaka alam terbagi dua. Yakni, cagar alam dan suaka marga satwa. Hal ini menunjukkan pelarangan keras terhadap aktivitas non peruntukanya.
“Suaka alam sendiri peruntukanya memang untuk satwa, luas seratus ribu hektar. Dengan alasan di satu kilo persegi itu terdapat lima individu orang utan, makanya disebut sebagai kapitalnya orang utan. Uniknya lagi di suaka margasatwa ini double fungsingnya, karena berada di kawasan gambut,” jelasnya.
Rawa Singkil tidak hanya didominasi oleh Orang Utan. Hewan dengan sebutan kucing emas juga kerap terlihat, bahkan melitasi jalan gunung sekitaran Rawa Singkil.
“Dulu di Rawa Singkil mudah saja kita bertemu kucing emas. Kalau melintas di jalan itu sering kita dapatkan dilindas oleh mobil yang melintasi,” katanya.
Dengan film ini merupakan sebuah momentum yang menyadarkan kita untuk bergerak bersama untuk melindungi Rawa Singkil.
Kata Ikhsan, kawasan Rawa Singkil telah ditetapkan sebagai kawasan SM yang dari segi nomenklatur hukum telah sangat dilindungi dan bukan sebagai kawasan untuk budidaya. Namun, praktek-praktek perusakan masih terjadi di sana.
“Jangan sampai rawa singkil yang harus kita wariskan malah kita musnahkan di era sekarang. Kita harus bersama-sama suara. Diam dalam kondisi upaya-upaya peruskaan Rawa Singkil berarti kita berkhianat,” ujarnya.
Namun sayangnya, Pemangku kepentingan yang diberi tanggung jawab untuk melakukan satu tindakan terhadap ini malah tidak melakukan upaya yang cukup dan lebih menjurus tehadap pengabaian terhadap fakta-fakta perusakan Rawa Singkil.
Pembangunan kanal itu difungsikan untuk mengeringkan lahan. Akibatanya lima tahun ke depan air laut akan masuk ke kawasan Rawa Singkil dan kehilangan hal berharga disana.
“Rawa Singkil bukan hanya kawasan yang dilindungi negara, tapi juga rawa gambut. Kanal di lahan gambut akan membuat kadar air di dalamnya semakin turun. Karena posisi gambut seperti spon, jika air berlebih dia akan menampung air. Jika kondisi kering dia akan menjadikan cadangan air,” katanya lagi.
Disaat yang bersamaan, Arie Kalku selaku videografer film 17 Surat Cinta mengungkapkan kesulitanya bertemu orang utan selama proses pembuatan flm dokumenter ini.
“Menurut pernyataan masyarakat, setiap kali berburu, mereka pasti bertemu dengan orang utan. Orang utan juga dapat dilihat pada jam-jam tertentu saja, seperti pagi dan sore. Karena saat siang, waktunya orang utan mencari makan,” jelasnya.
Lanjutnya, mobilitas di Rawa Singkil memang agak sulit lantaran harus melintasi rawa. Hal ini menjadi penyebab kru syuting kesulitan bertemu dengan orang utan.
“Selama saya syuting di Rawa Singkil. Baru satu kali bertemu orang utan. Waktu itu kita bertemu dengan jenis kelamin jantan,” pungkasnya.(Oja)