Banda Aceh – Film Lemah Kuasa di Tanah Negara menjadi bentuk kampanye yang dilakukan Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh untuk menyelamatkan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang. Berbeda dengan sebelumnya, kampanye penyelamatan hutan dilakukan di bagian Selatan Aceh dalam film pertama FJL Demi Sawit. Kali ini Munandar dan pihaknya mulai merambah ke bagian Timur Aceh.
“Film ini menjadi salah satu kampanye yang kami lakukan untuk menyelamatkan lingkungan. Kami tidak punya hak untuk menuduh pelaku, karena kami hanya bisa menyampaikan ke publik kondisi yang sebenarnya, ” kata Ketua FJL Aceh, Munandar dalam Nonton Bareng dan Diskusi Film Lemah Kuasa di Tanah Negara, di Escape Green Bistro Coffe pada Sabtu malam (05/10/2024).
Munandar menuturkan film karya keduanya itu menitikberatkan mengenai konflik-konflik yang muncul di sana. Dengan latar belakang kawasan yang potensial, menjadikan Hutan Tenggulun diminati oleh banyak pasang mata dan mengundang hasrat untuk dimiliki oleh segelintir orang.
“Tenggulun, Aceh Tamiang seperti sebuah daerah yang memiliki potensi yang luar biasa, baik dari pepohonannya, tanahnya, atau satwanya. Tenggulun ini dilirik oleh banyak orang, dia dirambah kemudian juga diusulkan untuk didapatkan oleh sejumlah orang yang ingin mengambil Tenggulun ini agar nantinya akan ditanami sawit , ” jelasnya.
Setelah pemutaran film berlangsung, dihadirkan pula 4 narasumber yang menjadi pemantik suasana hangat diskusi tentang kerusakan dan penyelamatan hutan di Aceh. Diantaranya hadir Hidayatullah yang mengetuai proyek film tersebut, M. Yazid perwakilan dari BPKH PL WIL 18 Banda Aceh, Ahmad Sholihin selaku Direktur WALHI ACEH, dan Agung dari HAKA.
Ahmad Shalihin selaku Direktur Eksekutif Walhi Aceh mengatakan, masifnya kerusakan hutan yang terjadi saat ini di Tamiang maupun wilayah lain di Aceh perlu perhatian serius dari pemerintah. Terutama, perlu melakukan langkah-langkah konkret dan serius dalam menindak para pelaku kejahatan lingkungan.
Perambahan hutan dengan dalih apa pun menurut Ahmad Sholihin merupakan kejahatan serius karena memunculkan efek domino yang sangat besar. Namun, pemerintah belum serius menanganinya secara hukum.
“Dampaknya jelas seperti kerusakan kawasan hutan, banjir, belum lagi ancaman kepunahan satwa. Dampaknya serius, kejahatannya serius, hanya penanganannya saja yang harus dipertanyakan. Apakah kategori serius, tidak serius atau pura-pura serius?” ucap Ahmad Shalihin.
Lebih lanjut, Ahmad Shalihin menjelaskan pemerintah kerap membuka peluang bagi perusahaan untuk mengelola hutan dengan dalih meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Upaya-upaya pengaburan regulasi, upaya-upaya untuk melegalkan deforestasi, langkah-langkah yang dilakukan pemerintah, kebijakan-kebijakan yang prokorporasi, lebih mementingkan kepentingan bisnis, alasannya untuk kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya tidak ada korelasinya. Padahal kalau kita lihat secara rill, daerah-daerah yang sawitnya luas seperti Aceh Singkil atau Aceh Utara, justru tingkat kemiskinannya tinggi. Kenapa? Karena kebun yang luas itu bukan punya masyarakat,” katanya.
(Rina)