Banda Aceh – Setelah ditetapkan undang undang Nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan budaya, pemerintah berupaya melakukan evaluasi dan berupaya mendapatkan input dari undang-undang yang telah di tetapkan.
Dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud) Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid mengisi kuliah umum yang diadakan di auditorium Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala. Ia mengatakan, ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan pemerintah untuk mengukur keberhasilan undang-undang yang telah ditetapkan.
“Kuliah umum ini merupakan wahana tukar pikiran terutama dengan civitas akademika tentang agenda pemajuan kebudayaa yang telah berjalan cukup lama, yakni 7 tahun. Dan juga tentu untuk memperoleh input yang nantinya akan diserahkan kepada pemerintahan mendatang,” tutur Hilmar saat diwawancarai Acehasia.com, Kamis (5/9/2024).
Ia menyebutkan, segala asprasi, harapan, akan diterima, baik terkait tata kelola dan program program dalam situasi pelestarian kebudayaan yang sangat spesifik, yakni di Aceh. Hal ini akan menjadi masukan pemerintah untuk perencanaan bidang kebudayaan ke depan.
Ia juga menyoroti kondisi pelestarain budaya di Aceh. Menurutnya, Aceh masih perlu memperhatiakn pelestarian budaya.
“Catatan kita masih banyak, terutama dengan pelindungan cagar budaya, warisan budaya yang sudah mulai berjalan. Tetapi, masih memerlukan sumber daya dan juga usaha yang lebih keras. Mengingat, begitu banyak tersebarnya kekayaan budaya kita,” Ujar Hilmar.
Khususnya, lanjut Hilmar, cagar budaya yang perlu dilestarikan ini yaitu makam, dimana banyak sekali nisan-nisan yang kadang ditemukan di tempat yang sangat terisolasi dan jauh dari pemukiman.
“Jadi tantangan lapangan kita cukup besar, kemarin kita diskusi juga dengan Balai Pelestaraian Kebudayaan untuk menambah sumber daya, sehingga jangkauan pelestarian kebudayaan bisa lebih besar dibandingankan yang sekarang,” ujar pria yang akrab disapa Fay.
Lebih lanjut Hilmar juga menyebutkan pentingnya kesejahtraan bagi Maestro, yakni seniman senior, lantaran banyak yang telah lanjut usia.
“Kita juga sudah sepakat dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada para seniman senior lantaran telah banyak yang lanjut usia dan memiliki kebutuhan tertentu. Karena, keberadaan para seniman senior yang menjamin kebudayaan kita bisa lestari. Jadi, perlu sinergi dan tanggung jawab untuk memastikan para maestro tetap sehat dan bisa terus berkarya dan regenerasi,” paparnya
Hilmar juga menyoroti perhatian akan pelestarain kebudayaan di Aceh mulai tumbuh jauh lebih besar.
“Secara umum, berbicara dengan pelaku budaya, mulai tumbuh perhatian yang jauh lebih besar, melihat komunitas pelaku budaya telah cukup berkembang,” katanya.
Namun, kata Hilmar, tantangan justru berasal dari pemerintah yang masih menganut presepsi dimana memandang pelestaraian budaya bukanlah sesuatu begitu penting untuk diperhatikan.
“Tantangan saat ini lebih kepada jajaran pemerintah daerah dimana masih belum memandang pelestarian budaya sebagai suatu bidang yang sifnifikan dan penting,” pungkasnya.(Oja)