Banda Aceh – Dalam rangka menurunkan prevalensi stunting di Provinsi Aceh, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kesehatan Aceh menggelar kegiatan Promosi dan Sosialisasi Staging Melalui Seni Tradisional Aceh, di Grand Nanggroe Hotel Banda Aceh, Senin (17/07). Acara ini digelar untuk mensosialisasikan pentingnya pencegahan stunting pada anak mulai dari usia dalam kandungan hingga anak dibawah lima tahun.
Sosialisasi stunting dilakukan untuk mempengaruhi opini, sikap atau tindakan masyarakat melalui berbagai media, seperti halnya dalam bentuk seni tradisional Aceh.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr Hanif melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dr. Sulasmi, MHSM saat membuka kegiatan tersebut menjelaskan pencegahan stunting dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan sosialisasi melalui seni tradisional Aceh agar mudah diterima dan pesan yang disampaikan dekat dengan kehidupan masyarakat.
“Stunting dapat dicegah dengan mengajak anak mengkonsumsi buah dan sayur, tercukupi asupan gizi seimbang sejak dalam kandungan pada trimester awal hingga anak berusia dua tahun, juga memberikan asi ekslusif pada bayi hingga enam bulan, serta mengusahakan anak agar melakukan imunisasi dasar lengkap,” jelasnya.
Acara ini dihadiri oleh Budayawan dan Praktisi seni Imam Juaini, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dr. Sulasmi MHSM, serta dokter spesialis anak yang aktif di Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Aceh, dr. Aslinar, Sp.A M, Biomed yang menjadi pembicara dalam talkshow Aceh Sehat dengan tema cegah stunting itu penting.
Dalam acara ini ditampilkan juga berbagai pertunjukan seni seperti Tari Tradisional Seudati Aceh, Perlombaan Cagok Tingkat Pelajar, Pertunjukan Meudikee atau berzikir untuk menyampaikan pesan keagamaan dan kesehatan dalam mensosialisasikan stunting, serta pemutaran film promosi kesehatan dan gizi yang diproduksi oleh Dinas Kesehatan Aceh.
Pelaku seni Aceh, Imam Juaini dalam dialog talkshow “Mencegah stanting itu penting” menjelaskan bahwa mensosialisasikan kesehatan masyarakat melalui seni itu lebih melekat dan lebih mudah, karena budaya Aceh adalah budaya mendengar bukan membaca.
Imam menambahkan kedekatan masyarakat dengan seni tradisi tidak bisa dipisahkan karena seni tradisi lahir di tengah masyarakat. Dalam masyarakat itu juga dikenal dengan meutunang, meucalu (dalam bahasa gayo) serta meu’uroh, semua produk seni itu diapresiasi lewat seni yang dimainkan secara konteks sosial. Efektivitas pesan yang disampaikan sangat jelas bahwa masyarakat itu lebih mudah menerima apa yang disampaikan dan dituturkan.
Dalam dialog yang sama, dr.Aslinar juga mengatakan stunting pada anak akan timbul saat anak mengalami gangguan gizi secara kronis di seribu hari pertama kehidupan, dimulai dari usia kehamilan selama 9 bulan hingga anak berusia dua tahun.
“Bahaya anak yang mengalami stunting akan mengalami gangguan perkembangan otak, berakibat pada kecerdasan dan produktivitas anak rendah serta anak akan susah beradaptasi dibandingkan dengan anak yang lain,” katanya.
Selain itu anak yang mengalamai gangguan gizi mudah sakit dan berisiko penyakit metabolik seperti diabetes, hipertensi dan jantung koroner. Selain memberi asupan gizi, Kabid Kesmas Dinkes Aceh juga
menerangkan bahwa lingkungan kotor di keluarga rentan teserang penyakit sehingga berpeluang anak mengalami stunting.
Menurut dr. Sulasmi, MHSM, sejak 2018 angka prevelensi stunting di Aceh mencapai 37,9 persen, di tahun berikutnya turun menjadi 34,1 persen, sedangkan pada tahun 2021 sedikit menurun juga namun sangat kecil, Rata rata turun antara 2-3 %. Meski mengalami naik turun pada angka prevalensi stunting, belum cukup mempengaruhi serta memberikan solusi kepada masyarakat dalam upaya mencegah stunting, karena Aceh ditargetkan harus mampu menekan angka stunting hingga 14 persen pada tahun 2024 mendatang.
Untuk menurunkan angka stunting, Dinas Kesehatan Aceh melakukan banyak hal seperti sosialisasi di berbagai media mainstream baik media daring maupun televisi, melatih tenaga gizi untuk membeikan edukasi kepada ibu dalam menentukan gizi seimbang pada makanan bayi, menginformasikan cara mengukur dan menimbang berat badan, serta menyediakan tablet penambah darah kepada remaja putri yang rentan terkena anemia diusia muda, padahal mereka adalah generasi emas yang akan menjadi calon ibu nantinya, sehingga pemberian tablet penambah darah sangat membantu mereka dalam menjaga kesehatan.
Selain itu dr. Sulasmi, MHSM juga mengajak para ibu hamil maupun menyusui untuk rutin memantau asupan gizi balita terutama saat
berkunjung ke posyandu, melakukan imunikasi dasar lengkap serta memperhatikan
kebersihan lingkungan tempat tinggal.