Acehasia.com | Meulaboh –Salah satu perusahaan bongkar muat batubara di Aceh Barat diduga melanggar peraturan pelayaran karena menggunakan kapal nelayan untuk mengantar pekerjanya ke kapal niaga yang akan mengangkut batu bara di perairan Aceh Barat.
Salah satu kapal kayu yang digunakan dengan nama KM Elang Laut 007 membawa barang dan penumpang atau pekerja dari PT. MAB.
Hal ini sebagaimana informasi yang didapatkan dari salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya, bahwa kapal tersebut sudah menjalankan aktivitas mengantar dan menjemput penumpang sekitar dua bulan yang lalu.
“Salah satu penumpang dikapal tersebut memakai helm bertuliskan logo MAB yang di mana logo tersebut dipakai oleh salah satu perusahaan bongkar muat barang pelabuhan yang berada di Aceh Barat yaitu PT Meulaboh Aiguna Bahtera,” jelasnya saat dikonfirmasi Acehasia.com
Diduga kapal kayu tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi laik laut yang tertuang pada aturan Perdirjen Perhubungan Laut Nomor HK.102/8/DJPL-17 tentang petunjuk kapal tradisional penumpang dan yang dimaksud dengan Laik Laut adalah kondisi kapal atau keadaan kapal terpenuhinya persyaratan, keselamatan kapal, pencegahan pencemaran dari kapal, status hukum kapal, garis muat, kesejahteraan awak kapal dan penumpang serta pemuatan, manejemen keamanan kapal yang dibuktikan dengan sertifikat.
Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran serta peraturan turunannya termasuk peraturan Menteri Perhubungan, kapal kayu yang digunakan untuk mengangkut barang dan/atau orang wajib memiliki sejumlah izin dan sertifikat kelayakan, diantaranya:
1. Surat Ukur Kapal
Dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut atau Syahbandar.
2. Pas Besar / Pas Kecil
Pas Besar untuk kapal dengan ukuran di atas 7 GT yang berlayar antar pelabuhan.
Pas Kecil untuk kapal di bawah 7 GT yang beroperasi di wilayah pelayaran terbatas.
3. Sertifikat Kelaiklautan Kapal
Bukti bahwa kapal memenuhi standar keselamatan pelayaran, struktur, dan peralatan navigasi.
Harus diperbarui secara berkala melalui inspeksi dari pejabat yang berwenang.
4. Surat Persetujuan Penggunaan Kapal (SPPK)
Untuk kapal yang dimanfaatkan oleh pihak lain di luar pemilik aslinya.
5. Surat Izin Berlayar (SIB)
Dikeluarkan oleh Syahbandar sebelum kapal meninggalkan pelabuhan dan hanya diterbitkan jika semua dokumen dan kondisi kapal lengkap dan layak.
6. Asuransi Kapal dan Penumpang (jika mengangkut orang)
Wajib sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjamin keselamatan penumpang. Dasar hukum utama yaitu UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 20 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Kapal Penumpang Tradisional, PM 7 Tahun 2021 tentang Pengukuran dan Pendaftaran Kapal.
Jika kapal kayu digunakan untuk angkutan komersial, maka aturan lebih ketat berlaku, termasuk izin usaha pelayaran (SIUPAL/SIUPKK) dan manifest muatan.
Dalam hal ini dapat dipertanyakan apakah kapal tersebut mendapat izin dari otoritas pelabuhan yaitu Syahbandar Aceh Barat.
Untuk mengkonfirmasi hal tersebut, Acehasia.com turut melakukan wawancara melalui pesan singkat dengan Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Ditpolairud Polda Aceh AKBP Risnan Aldino. S.I.K.
Ia menerangkan bahwa penegakkan hukum terhadap kapal yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan pelayaran yang digunakan untuk mengangkut pekerja bongkar muat PT. MAB sudah pernah dilaksanakan.“Sudah pernah kita lakukan pada Januari dan sudah P21 di Jaksa.”
“Untuk info terkait perusahaan masih menggunakan kapal perikanan guna mengangkut pekerjanya akan kami selidiki lebih lanjut. Apabila ternyata mereka mengulangi tindak pidana yang sama maka kami akan koordinasi dengan otoritas pelabuhan dan APH lain untuk melaksanakan penegakan hukum,” terang AKBP Risnan.[]