AcehAsia.com | Banda Aceh – Tak banyak yang tahu, alpukat yang biasanya berada di dataran tinggi, kini sudah bisa ditemui di Kaki Gunung Seulawah, Aceh Besar. Tumbuh di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (mdpl), Seulawah Avocado Farm sukses mematahkan stigma alpukat dari dataran rendah kalah saing dengan yang ditanami di dataran tinggi. Berada di Gampong Lamteuba Droe, Seulimuem, Aceh Besar, sudah ditanami lebih dari 6000 pohon alpukat di lahan denga luas 40 hektar.
“Jadi sebenarnya alpukat itu tumbuh di segala ketinggian dari rendah yang dekat dengan laut sampai pada ketinggian 1.500 mdpl,” jelas Ahmad Arfiza selaku pemilik kebun pada AcehAsia.com ketika sedang berkebun.
Ia menekankan hal penting ketika memulai usaha ini adalah memastikan lahan yang akan dijadikan kebun berada di ketinggian berapa. Selanjutnya baru mencari bibit untuk jenis alpukat yang sesuai dengan ketinggian lahan. Tips tersebut diterapkan untuk menghasilkan buah alpukat yang mampu bersaing dengan alpukat dari dataran tinggi.
“Lingkungannya harus sama dengan tempat asal bibitnya. Untuk dataran menengah seperti ini 500 mdpl, bibit dari 1000 mdpl dan 500 ke bawah masih amanlah, tapi kalau melebihi agak susah untuk beradaptasi,” katanya.
Ahmad mengaku sebelumnya sempat mengecek terlebih dahulu pohon yang bisa hidup di daerah Lamteuba Droe. Dari hasil riset kecil-kecilannya, ia menemukan satu pohon alpukat yang tumbuh di halaman rumah warga. Dikarenakan wilayah tersebut dulunya bukan tempat tumbuhnya alpukat, ia merasa alpukat yang dilihatnya tumbuh dengan buah bagus, dan pohon yang sehat.
“Logika sederhananya kalau pohon itu tumbuh di daerah tertentu, tapi enggak dikembangkan, artinya jika kita kembangkan, pohonnya bisa tumbuh banyak, ini riset orang awam,” tutur Ahmad.
Pria berumur 51 tahun ini sudah 12 tahun berkecimpung dalam usaha bisnis hortikultura. Mulai dari tahun 2012, ia awalnya mencoba dengan menanam durian. Namun tak bertahan lama, upaya ini harus menelan kegagalan. Sebanyak 1.900 pohon mati karena tidak terurus dengan baik. Sempat vakum selama 2 tahun, 2017 kemudian ia memutar otak untuk kembali membangun usahanya di bidang perkebunan alpukat.
Dengan modal belajar secara otodidak, Ahmad mulai mengisi waktu luangnya ketika masih bekerja di beberapa lembaga internasional di Jakarta untuk melakukan riset tentang alpukat. Ia melalukan perjalanan menuju Jawa Tengah dan Jawa Barat. Eksperimen yang memakan waktu lebih kurang 4 sampai 5 bulan ini berhasil membawa 3 varietas unggul yaitu Miki, Wina dan Kendil.
“Untuk masalah bibit, kalau tidak asli itu menjadi masalah ketika berbuah. Jadi saya perlu verifikasi jenis bibit. Saya datangi sumbernya, siapa yang mengembangkan pohonnya, dari mana induknya, saya nginap di sana, muter-muter memastikan bibitnya, baru saya mulai beli,” tambahnya.
Proses penanaman alpukat dilakukan secara bertahap sesuai kesanggupan Ahmad dan para rekan kerjanya. Hal ini dipraktekannya untuk meminimalisir kerugian yang bisa terjadi selama tahapan penumbuhan. Untuk bibit-bibit tersebut, Ahmad sudah mulai memperbanyak bibitnya secara pribadi di Aceh.
Dalam kesehariannya menjalani profesinya sebagai pekebun tetap, Ahmad melawat ke kebunnya hampir tiap hari kecuali Hari Jumat. Dari pagi sampai sore hari biasanya, ia akan membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitaran pohon. Bersama rekan kerjanya yang dibayar upahnya perhari 100 ribu, ia menjaga pupuk dan hama lalat buah agar menghasilkan alpukat dengan kualitas premium.
Setelah rangkaian perawatan yang dilakukan selama kurang lebih 8 bulan, mulai dari pohon alpukat berbunga sampai siap dipanen. Sebanyak 30% alpukat dari kebun Ahmad diperkirakan sudah mampu menghasilkan 400 kg dalam sekali panen. Ia mengatakan kalau sedang musimnya, dalam seminggu bisa mencapai 3 kali panen. Bahkan ketika puncak panen, Seulawah Avocado Farm sudah menghasilkan 2 ton buah alpukat.
Alpukat yang sudah dipanen tersebut kemudian di bawa ke kediaman Ahmad. Rumah yang berlokasi di Lueng Bata, Kota Banda Aceh menjadi tempat sortir lalu baru di distribusikan ke konsumen dan reseller. Seiring berjalannya waktu, tempat tinggalnya kini berevolusi menjadi market galeri untuk para pelanggan yang ingin mengetahui lebih tentang alpukat. Seulawah Avocado House sepenuhnya dikelola oleh keluarga Ahmad.
“Saya bawa pulang ke rumah, saya sortir, kemudian dijual oleh anak saya melalui via Instagram. Kalau kenalan biasanya langsung whatsapp,” katanya.
Terdapat 8 jenis alpukat yaitu Kendil, Mentega Miki, Fuerte Mexico, Mentega Susu, Hass Australia, Mentega Lampu, Wina, dan Aligator. Masing-masingnya sudah terpajang info-info mengenai alpukat dari setiap jenis yang dijual. Di teras rumah juga telah tersedia beberapa keranjang yang bertuliskan harga dari 10 ribu sampai 40 ribu. Ada juga tersedia 3 keranjang khusus buah alpukat premium yang dikelompokkan bisa dimakan dalam 1-2 hari setelah pembelian, 3-4 hari, sampai 4-8 hari. Untuk kostumer yang datang ke rumah juga biasanya disediakan tester untuk icip-icip buah asli dari Seulawah Avocado Farm.
Herawati sebagai istri Ahmad menjabat di divisi pemasaran dalam bisnis keluarganya ini. Sedang untuk urusan perkebunan semua diambil alih oleh suaminya. Hera mengatakan biasanya keluarganya akan saling bantu membantu karena masih terbatasnya pekerja dalam proses pendistribusiannya.
“Kita bikin monitoring evaluasi setiap bulan, di mana salahnya, di mana pembelajaran baiknya, apa yang kita pelajari kita aplikasikan di sini,” jelas Hera.
Bisnis usaha ini merupakan penerapan peluang kebutuhan alpukat yang meningkat di zaman sekarang. Ahmad membagikan tips dalam merintis, maka yang harus digarap bukan hanya kebunnya saja, tapi juga marketnya. Dengan merebaknya tren hidup sehat, alpukat menjadi alternatif orang-orang menikmati makanan pengganti karbo. Oleh karena itu, yang perlu diterapkan adalah meninggalkan cara marketing tradisional dan beralih ke market place online seperti yang dilakukan Ahmad dan keluarganya.
Seiring dengan berjalannya waktu, peningkatan jumlah penduduk juga semakin meninggi. Ahmad melihat hal ini sebagai peluang ekonomi yang sangat besar. Pemuda yang sedang menginjak usia produktif bisa saja menjadikan usaha ini sebagai lapangan pekerjaan yang patut dicoba.
“Memang hasilnya tidak bisa instan, tapi kalau dikelola dengan serius bisa disiasati dengan pola tanam tumpang sari antara tanaman utama – yang panennya jangka panjang – dengan tanaman muda misalnya kacang-kacangan, sayur, dan tanaman semusim seperti pepaya, pisang, dan sebagainya,” tutup Ahmad.